“Dia berubah, entah sejak kapan. Aku hanya bisa memandangnya dari bawah
bukit sedang ia melambung tinggi di angkasa. Aku berusaha tersenyum, tapi
mungkin ia tak melihat. Aku hanyalah sebutir bintik yang tenggelam dalam lautan
cintanya, dan aku bukan siapa – siapa yang berusaha menggapainya dari bawah
sini. Oh... tuhan siapa aku ini, tak pantas aku mencoba meraihnya, kerena dia
begitu mengagumkan, bahkan terlalu mengagumkan untuk dapat ku raih, untuk dapat
memeluknya, memeluk hatinya.”
Itu adalah hari
pertamaku mengikuti MOS. Terlambat, kata itu menjadi tema dalam hidupku yang
masih ku ingat.
Gadis itu berjalan terburu - buru, dan beberapa kali menabrak orang, untung saja mereka yang ia tabrak bukanlah panitia, hanya anak siswa SMA biasa. Dilihatnya ratusan orang telah berjajar memenuhi halaman sekolah. Shinhe yang mengenakan baju SMP dengan dua belas pita di kepalanya merasa malu, dengan acara MOS (masa orientasi siswa).
“Hey, kau telat?” tiba – tiba seseorang menyenggol lengan
bahu Shinhe. “sama, aku juga telat” tambah gadis itu dengan senyum kepuasan, mungkin
karena ia tak sendirian untuk menerima hukuman. Shinhe merasa tak perlu malu karena mereka sama - sama menggunakan dua belas pita memenuhi kepala, itu berarti mereka lahir di bulan ke dua belas.
"kamu lahir di bulan Desember ya?" tanya Shinhe girang, ia hanya merasa senang karena ia tak sendiri.
"oh... ini, tidak" jawaban gadis itu membuatnya bingung. tunggu papan nama yang ia kenakan tertulis lahir 29-2-92. "lihat kan?" Gadis itu menunjuk papan namanya. "kamu tahu? karena sepertinya dikucir dua belas itu unik,"
"..."
Shinhe merasa ada yang aneh. Ia
merasa lebih pendek, tidak tapi gadis itu yang sekarang jinjit “Tenang, hanya
kali ini. Masih ada ampunan” katanya. Perhatiannya masih terpusat di depan, di
mana seorang senior mengarahkan kegiatan yang akan berlangsung. “ah...akhirnya
selesai juga” ujarnya lagi saat barisan di sana mulai menyebar, meninggalkan
mereka yang masih berdiri di tempat.
“o.ya kenalin namaku Lee Hyung Min” ia mulai mengulurkan tangannya
“Park ShinHe”
Ya, benar padahal ia baru saja datang tapi acara pembukaan
sudah selesai dan kini tinggal hiburan.
Shinhe berusaha menunjukkan antusiasme pada semua orang yang berada di dekatnya.
“itu siapa?”
tanyanya tiba – tiba saat sekelompok siswa memasuki podium di depan. Hyun
tersenyum diam, mata sipitnya bahkan tak melihat perubahan pada wajah datar
Shinhe.
”o...maaf” kini ia tersadar saat musik mulai menyala, “em.. mereka anak band kelas 3 dan--”suaranya tertelan dalam alunan musik yang keras bahkan ia tak peduli untuk meneruskan kata – katanya lagi atau tidak karena Shinhe mungkin sudah puas dengan separuh jawabannya karena kini mereka menikmati band SMA yang populer di kalangan anak perempuan itu, yang terdiri dari seorang vokalis, basis, keyboard, dan gitaris, dari kelas 3 dan juga seorang drumer dari kelas 2.
”o...maaf” kini ia tersadar saat musik mulai menyala, “em.. mereka anak band kelas 3 dan--”suaranya tertelan dalam alunan musik yang keras bahkan ia tak peduli untuk meneruskan kata – katanya lagi atau tidak karena Shinhe mungkin sudah puas dengan separuh jawabannya karena kini mereka menikmati band SMA yang populer di kalangan anak perempuan itu, yang terdiri dari seorang vokalis, basis, keyboard, dan gitaris, dari kelas 3 dan juga seorang drumer dari kelas 2.
SATU BULAN KEMUDIAN
Dalam sebuah ruang kelas, sekumpulan anak perempuan
berkumpul di depan meja guru. Merea saling bertukar cerita, ya seperti
kebanyakan anak lainnya. Sedang seorang dari mereka, Shinhe duduk di depan
menyumbat telinganya dengan earphone.
“Hey,” sapa Hyun yang tiba – tiba sudah nongol di depannya.
“hm” Hyun memang satu kelas dengan Shinhe, dan sebenarnya penentuan kelas
berdasarkan kemampuan kecerdasan siswa, mereka melakukan tes. ya
begitulah, mereka masuk kelas unggulan nomer 4 dari bawah..., setidaknya
di SMA mereka ada 6 kelas di tiap - tiap angkatan.
“kau aneh....” Shinhe tetap diam, “ada masalah apa?” tanya
Hyun meminta perhatiannya, karena sekarang ia mulai duduk di depanya, di atas
meja.
“tidak ada apa – apa” katanya tanpa menatap wajah Hyun
“kau bohong, sudahlah....” Hyun menjatuhkan dirinya dari
meja itu, sekilas ia menoleh ke arah Shinhe yang masih memusatkan seluruh
perhatiannya pada buku ‘penting’ nya itu. “aku pergi,.. kalau mau temui aku di
lapangan basket” Ia berbalik kesal, mendegus, lalu kembali “Shinhe!”
“ok” jawab Sinhe pendek,
......................Sepulang sekolah...............
“ada apa?” wajah anak polos itu masuk tanpa perasaan
bersalah. Hyun menyipitkan matanya sejenak, lalu melempar bola ke ring gawang.
“apa kau ada pertandingan?” Sinhe memutar bola matanya, menjajah sekeliling
ruangan berusaha menebak jalan pikiran Hyun yang masih acuh tak acuh padanya.
Setelah beberapa menit berlalu Shinhe membalikkan badanya. Ia menuju ke kursi
penonton di belakangnya barisan depan. “Aku merasa ada yang salah, kau ini kenapa?” tanya Hyun
terus terang. Ia melempar bola basketnya keras ke lantai.
Shinhe menatap kosong pada bola basket yang terlempar–menggelinding
ke arah pintu depan. “kenapa apanya? Aku merasa baik – baik saja”
“entahlah, aku benci pada orang yang pura - pura tak tahu”
Hyun mengambil jaketnya kemudian berlalu meninggalkan Shinhe yang masih duduk
diam di sana “aku capek, maaf aku tak bisa berlama – lama di sini”.
Shinhe beranjak keluar dari tempat itu. Tujuannya sekarang
adalah perpustakaan umum. Pikirannya masih menerawang dengan apa yang dimaksud
Hyun tadi.
Ia masih sibuk memilih buku yang ia cari, melihatnya sekilas
lalu mengembalikan lagi. Kakinya berhenti ketika menjumpai sampul buku yang ia
yakini, buku berwarna hijau, buka IPA. Ia masih berdiri di sana, lalu membuka
lembar demi lembar buku itu. Saat ia akan berbalik tiba – tiba matanya menatap
lurus pada kedua mata sipit di depannya. ‘DUK..’ bunyi benturan berasal dari
kepala Shinhe yang membentur langit – langit rak buku. Ia segera jongkok dan
bersembunyi dari orang yang satu ini.
“oppa” sapa Shinhe masih terduduk di lantai, menyerah tempat
persembunyiannya telah ditemukan. Ia mendapati dirinya benar – benar malu
dengan pertemuan seperti itu. Laki – laki tampan itu tersenyum padanya.
“Tidak.....” jeritnya dalam hati. Shinhe benar – benar tak percaya pada yang ia
lihat, ini. . . keajaiban
“sedang apa di sini?” tanya Junho ramah tamah. Mereka lalu
berjalan menuju ke sebuah meja panjang yang tak jauh dari sana.
“hanya mencari buku” jawabnya dengan senyum, berusaha
menyembunyikan rasa nervousnya.
“begitu, oya namamu Shinhe, bukan?” tanya Junho memastikan.
Shinhe mengangguk pelan, ia benar – benar tak percaya di hadapannya sekarang
duduklah salah seorang anak band terkenal di sekolahnya, seharusnya ia tahu sejak awal,
sejak MOS kalau dialah orang yang ia maksud.
“yaw...” tiba – tiba Wooyoung muncul dari belakang, entah
sejak kapan ia sudah ada di sana. “kau ini teman SD Junho kan” Wooyoung duduk
di samping Shinhe, lalu mengingat – ingat sesuatu, “yang waktu itu Junho pernah
ceritakan....Aaaaa!!!” ia berteriak, seakan ada sesuatu mencubitnya, siapa? Mungkin
Junho oppa.
“ya, kita pernah satu SD, ingat?” Junho bersikap layaknya
orang plin plan. “kau ingat tidak? Sewaktu lomba menyanyi? Aku melihatmu,”
Junho bukan lagi Junho yang kalem, kini ia berubah, seperti . . . aneh
“iya,” jawab Shinhe lesu, “termasuk saat aku terjatuh itu
ya,” tanyanya lebih dari dirinya sendiri. Kata – katanya terdengar sedang
bergumam
“ya..” tiba – tiba saja suara lantang datang mengagetkannya.
Kini ia merasa tidak nyaman,
“oh” Shinhe mengangguk pelan lalu membungkukkan badanya “annyeong,
aku harus pulang sekarang” Shinhe pamit. Ia memasukkan buku itu dengan berat hati ke
dalam tas perpustakaan.
Junho yang melihat hal janggal itu masih termenung diam di sana,
“apa aku salah?” katanya setelah gadis itu keluar dari pintu.
“ya, kau benar – benar jahat. Mungkin itu akibatnya karena
lama jomblo” Wooyoung segera menyalakan earphonenya.
“apa yang salah?” Junho kembali membuka buku yang ia tadi
ambil. Buku itu adalah buku musik, segala hal mengenai musik kecuali satu,
sejarah musik.
Shinhe masuk ke kelas seperti biasa, jam biasa ia sering
terlambat. Ia segera menuju ke bangkunya. Melihat sekilas sahabatnya, seakan
pagi ini ia tersiram air panas, wajah Hyun terlihat masih kesal.
“Hyun, aku minta maaf soal yang kemarin” Shinhe berbisik
pada Hyun, tapi Hyun tak menoleh sama sekali.
“kerjakan soal ulangan sejarah hari ini!!” guru sejarah tiba
– tiba menghapus tulisan di papan tulis dan segera mengambil setumpuk kertas dari
dalam tasnya.
Shinhe menyobek kertas dari buku tulisnya tepat saat guru
sejarah itu mendatangi mejanya.
“kerjakan dengan benar!” ia hampir jantungan karena guru
killer itu tiba – tiba memperingatkan tanpa ada tanda – tanda kehadirannya. Shinhe
mengangguk. Sepuluh menit kemudian setelah mengerjakan beberapa soal itu, ia
mengambil kertas sobekannya tadi dari laci meja. Lalu menulis rangkaian kata
dan meremasnya kemudian barulah Shinhe melempar kertas itu pada Hyun.
Keringat dingin mengalir membasahi kaos dalamnya, ia tak
menyangka akan secepat itu gurunya memberi ulangan dadakan. Ia belum siap, ia
belum belajar, samasekali tidak belajar. Hyun mulai kesal sebuah remasan kertas
melambung ke arahnya tepat di kepalanya, ‘apa jawaban no. 27?’ begitu tulisan
dari kertas itu. Segera ia menulis jawaban yang sebenarnya tak tahu benar atau
tidaknya dan tinta di bolpennya mencoret kertas itu ketika remasan kertas
mengenai tangan kananya. ‘mianhe Hyun, kalau aku tahu salahku akan aku perbaiki’
jelas, kertas inilah milik Shinhe. Karena masih kesal Hyun mencoret tulisan itu
lalu melempar kertas pertama ke arah Shinhe.
Shinhe membuka balasan dari Hyun, ia jadi bingung, Apa
maksudnya? Ia bertanya dan menjawab sendiri? Apa maksudnya ia meminta pendapat
Shinhe tentang benar tidaknya jawabannya itu? “Shinhe!!” guru killer sudah
berada di depannya, mengambil secarik kertas itu. “aku minta kau untuk datang
ke kantorku setelah selesai ulangan”
Shinhe terpaku diam. Semua pekerjaannya memang sudah
selesai, tapi ia harus memenuhi panggilan.
Hyun menatap sekilas orang yang melewati mejanya, ia tak
menyangka Shinhe mendapat hukuman. Apa itu karenanya?
Anak itu memasuki kantor disambut tatapan tajam dari guru –
guru BK (bimbingan konseling). Ia merasa kesempatannya akan semakin jauh,
tujuannya mungkin harus ia pendam. Kalau saja ia tak memulai maka tak akan
terjadi, bagaimana kalau benar ia mendapat poin ke 26? Parahnya ia dapat
dikeluarkan.
Shinhe berusaha menenangkan dirinya duduk di kursi itu.
Perasaan takut masih menyelimuti pikirannya. Ia sudah sering terlambat dan
sekarang harus dihukum karena menyontek?
“sssts” seseorang memanggilnya. Shinhe menoleh didapatinya
Junho duduk memunggunginya. Shinhe kaget, lagi – lagi ia bertemu di saat yang
salah, apa yang dilakukan Junho sampai masuk BK?
“apa yang kau lakukan disini?” tanya mereka berbarengan.
Junho tersenyum, Shinhe ikut senyum.
“aku dapat hukuman” lagi – lagi mereka kompak menjawab.
Sebaiknya Shinhe mendengarkan dulu jadi ia diam setelahnya.
“hukuman apa?” tanya Junho
“dituduh menyontek” Jawab Shinhe bersemangat. Apa?
bersemangat?
“wah... bakal jadi berita besar nih...” Junho bercanda dan
Shinhe tau itu.
“kalau oppa?”
“nglempar pensil kena guru” jawab Junho malu – malu.
Setidaknya ia tak perlu malu, karena mereka tak saling menatap. Kedua kursi mereka
saling bertolah belakang bukan?
“benarkah? Beritanya jadi lebih heboh” puji Shinhe dengan
tawanya
“heboh? Sepertinya aku memang sudah heboh, salah. Tepatnya
familiar” Junho tertawa dan Shinhe benar – benar ingin melihat wajah Junho.
Seorang guru BK yang terkenal galaknya minta ampun
mendatangi mereka, memadamkan suara tawa mereka berdua. Tubuhnya yang gemuk
mengharuskannya berjalan perlahan, terseok – seok dan pada akhirnya
........tersandung kaki kursi.
TBC........

Tidak ada komentar:
Posting Komentar